Orang Itu Tua

                Siapakah dia tua renta dengan keriput menghiasi lekuk wajah? Siapakah ia yang nekad menanggung beban Tuhan di dunia? Lihatlah mereka renta, uban putih tumbuh lebat di sekujur kepala, pun jika beruntung belum rontok. Senyumnya masihlah khas seperti dahulu kecuali kini gigi ompong disertai hiasan sang gusi berwarna kemerah mudaan. Agak sedikit berbeda dengan dahulu kala ketika sang waktu memberikan suara renyah melahap hidangan. Kini, kekuatan untuk makan dibatasi, gerilya penyakit yang selama ini mengintai setiap sisi kelemahan manusia mulai sukses menjalankan misinya. Guna membuat putus asa, nyeri tumbuh di mana saja sesuka hatinya. Terkadang nyeri itulah yang membuat kaki tak lagi kuasa walau hanya sekedar melihat tawa sang cucu. Sungguh berbeda kala kita kecil kaki-kaki itu lincah sangat lincah digerakan kesana kemari, dipanggulnya sang anak dipundaknya yang agung. Sebuah symbol akan kebanggaa juga sebuah symbol bahwa sang anak adalah segala-galanya.
                Meskipun realita terkadang jauh dari harapan, sang waktu memang menunjukan tajinya ketika sang manusia tak lagi siap menunggu jawaban. Anak yang dulu dipapah sampai bisa melangkah kini tak sudi untuk sekedar berbagi atau hanya mendengarkan sukar seoarang tua. Lihatlah seonggok daging berkirput disekujur tubuhnya dengan tatapan kosong. Apakah sekejam itu manusia ketika telah mempunyai keluarga? Keluarga memang salah satu hal yang absurd. Bukan, bukan karena faktor gen yang bisa mengkategorikan sebagai sekawanan keluarga. Apa guna sama gen tapi tak dijumpai kehangatan, keharmonisan dan tempat berbagi. Maka tidak usah terlalu terkejut banyak dari komponen sebuah keluarga menakalkan dirinya untuk sebuah perhatian. Siapa yang patut disalah dan dibenarkan? Ah itu hanyalah pancingan. Setiap manusia membutuhkan sebuah kasih sayang, sejak mengambil sejumput napas pertama sampai membuang napas terakhir. Bukankah itu sudah fitroh bagi seorang manusia untuk dapat dianggap di dunia ini? setidaknya ada tempatnya bernaung, rumah terkadang tidak bisa ditasbihkan kepada suatu tempat. Apa guna rumah mahal dengan perkakas yang mewah tanpa diselimuti atmosfer kekeluargaan?

                Hanya bermodalkan sebuah daging dan darah, orang itu rela memberikan terbaik. Gilakah? Tidak aku tidak menyatakan itu gila. Terkadang bagi remaja yang masih dimabuk cinta belum bisa merasakan, karena cinta membutakan. Maka selama slogan cukuplah bahagia dengan orang yang kita sayangi turut membahagiakan kita walau perih, pedih terasa belumlah cukup teresap dalam sanubari dapat dipastikan tak dapatlah merasai apa yang dirasai oleh orangtua. Beruntunglah orang-orang yang mendapatkan sisi hangat dari sebuah keluarga, karena diluar banyak yang benar-benar membutuhkan kehangatan sebagai sebuah keluarga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nomor Stambuk, nomor legenda.

Gila Sama Dengan Waras

Jejak Temu