Aku tak berdaya *
Betapa tidak menariknya kehidupan
di sini, jam 9 seakan telah lampau malam. Tetesan air mata seakan memanggut
setuju dengan hal ini, entah apa ini sirep atau semacam istirahat yang menjenuhkan.
Sepertinya kopi, musik tak bisa menjadi pelarian untuk kali ini. Gemintang yang
berserakan seakan menjulurkan lidahnya mengejek ketidakberdayaanku.
Sungguh
monoton hidup seperti ini, sekali lagi demi menghindari ketidakberdayaan maka
tak usahlah mencari kambing hitam. Semacam attitude yang kudu dijaga yang katanya
sungguh sangat dimuliakan di desa yang munafik ini. Toh aku berani bilang
munafik karena sikap manis yang sering kali menyembunyikan gancu untuk
memecahkan kepala saat kaki berbalik arah. Bahkan ini lebih buruk dari
setidakmenariknya TV one maupun metro tv yang sialnya hanya itu yang sering
ditonton oleh manusia sini. Nestapa seorang perawan tak lagi dihargai demi
pecel pincuk berlaukkan cinta. Dengan entengnya mengatakan aku cinta padamu
lalu berderitlah ranjang lalu serta merta menuju ke KUA untuk mengesahkannya.
Ini apa-apaan? Dan lebih parah lagi aku tak bisa berbuat apa-apa. Ternyata ini
malah mengganggu otakku yang terkadang berkadar kepo berlebih layaknya kopi nan
kentalnya sama dengan lumpur di parit.
Lalu
apa yang kuperbuat? Diam saja dan makan sepuasnya sambil menenggelamkan diri
dalam musik yang sayangnya hanya menjadi terminal sesaat.
*baru sempat diposting
Komentar
Posting Komentar