Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2015

Pindah Amben

                Kematian merupakan perpindahan dimensi nyata ke dimensi kekekalan nan abadi. Pepatah urip mung mampir ngombe seakan berbicara dekat sekali kepada seonggok daging yang menamai dirinya manusia. Entah itu yang sudah meng’aku’kan manusianya atau hanya agar dapat diterima dalam khalayak komunitas. Mak jedar dengan segenap ilmu sasmita alam bagi yang peka teranglah tanda-tanda akan kematian. Selalu banyak keterkaitan entah itu sengaja atau tidak tentang sebuah kematian, apalagi berkenaan dengan orang “Jawa”. Selalu ada-ada saja yang dapat dikaitkan, masalah santet atau tenun oleh orang ‘tersakiti’ dan lain-lain. Unik tapi seakan hal itu memang lumrah selain lumrahnya hamil sebelum nikah kekinian. Bagi yang sadar akan politik kematian pasti akan memanfaatkan momen ini guna menghasut sang perengek akan minggatnya sang roh ke mbaurekso urip. Manusia seperti umumnya sangatlah butuh kambing hitam sebagai tempat sampah keluarnya deretan ...

Orang Itu Tua

                Siapakah dia tua renta dengan keriput menghiasi lekuk wajah? Siapakah ia yang nekad menanggung beban Tuhan di dunia? Lihatlah mereka renta, uban putih tumbuh lebat di sekujur kepala, pun jika beruntung belum rontok. Senyumnya masihlah khas seperti dahulu kecuali kini gigi ompong disertai hiasan sang gusi berwarna kemerah mudaan. Agak sedikit berbeda dengan dahulu kala ketika sang waktu memberikan suara renyah melahap hidangan. Kini, kekuatan untuk makan dibatasi, gerilya penyakit yang selama ini mengintai setiap sisi kelemahan manusia mulai sukses menjalankan misinya. Guna membuat putus asa, nyeri tumbuh di mana saja sesuka hatinya. Terkadang nyeri itulah yang membuat kaki tak lagi kuasa walau hanya sekedar melihat tawa sang cucu. Sungguh berbeda kala kita kecil kaki-kaki itu lincah sangat lincah digerakan kesana kemari, dipanggulnya sang anak dipundaknya yang agung. Sebuah symbol akan kebanggaa juga sebuah symbol bahwa sang ...

Gila Sama Dengan Waras

Apa sebenarnya hakikat makna dari GILA? Siapakah yang berhak mengatur kegilaan? Sampai batas mana sesorang tergolong gila dan waras? Apakah orang gila itu manusia juga?                 Sering hal-hal yang berada di luar nalar kemanusian disebut gila. Gila atau   crazy   bisa dikategorikan kepada hal yang super ‘nekad’ terkadang, namun juga tak jarang menghasilkan maha karya cadas. Jika gila dikaitkan dengan kejiwaan maka jadilah artinya absurd. Pemahaman manusia yang cukup rendah terhadap manusia lain membuat vonis ‘gila’ mudah terketuk. Sebenarnya untuk menjadi gila diperlukan ketabahan serta kekuatan mental yang tinggi. Kok bisa? Dalam struktur kegilaan tidak dikenal alam ‘manja’, yang terkenal adalah faktor kerja keras! Lalu bagaimana dengan orang gila yang hanya tertawa dan mengamuk saja? Nah kalau generalisasi gila masuk dalam taraf ini maka alangkah kurang bijak sekali! Gila jiwa beda d...

Rasa itu ada.

MENYAMPAH Manusia yang belum bisa menyesuaiakan dengan lingkungannya perlu tempat sampah pengaduan yang handal? Sebegitukah keadaanku selama ini? ketersedianku sebagai tempat sampah tergerus pula di sini, tempat yang mengantarkanku menendang sang udara untuk pertama kali. Sederhana tempatnya, masih lugu seperti dulu. Lipstik kemajuan hanya sedikit tergores pada bibir jalan, bangunan, ketradisonalan. Akan tetapi sepandai-pandainya kapal berkelit tentulah olenglah dek ke kanan ke kiri menyeimbangi sang ombak. Begitu pula desa yang begitu-begitu saja jalannya. Berdebu dan sangatlah berdebu ketika musim kemarau, berongga-rongga jalan ketika musim hujan sudahlah biasa. Bukan-bukan masalah kebiasaan tapi ketidakberdayaan fisik yang memang harus dan harus ditutupi dengan senyum keluguan. Senyum yang nanar di tengah gelimpangnya hasil bumi bermuntah-muntah jumlahnya. Kacung di negeri sendiri itulah kata yang tepat bagi orang pribumi sini, keterbatasan dana yang kebetulan sama seretnya denga...

Fatamorgana

Luas terbentang tapi tak menantang... Udik sang laku anak pelosok datang... Gamelan berbisik seakan berdendang... Sedikit raga terhempas melayang... Semenit jiwa tertinggal jauh hilang... Gerimis mengundang... Hajaran sang air turun tajam.. Overlap dari sayap menusuk menghujam.. Polah manusia semakin runyam... Eh tapi kok tidak berkokok ayam... Hujan mendera tapi hati tak diam.. Seribu senyum jatuh berdebam.. Adakah sesempit ini.. Abdi manusia yang tercekal benci.. Bodohnya diriku tak berdiri.. Telah basah urunglah berlari... Mencekam sang petir... Tak ku lihat ancaman takdir.. Hanya diaspora sebuah drama... Anak manja gusar oleh mama.. Baiklah mencoba... Tapi kau tahu apa.. Lubermu tak sejengkal danu Toba... Ruh yang katanya.. Sungguh menghilang terhantam alam raya... Hanya duduk lesu emban sahaya.. Terang yang di tunjukan... Fiktim nurani bertemakan cahaya.. Bisu sok mengkritis ... Cadal otak muntap dalam bis... eh kok luru...

Mengapa Menulis...

Kelebaian yang berlebih mungkin yang menjangkit seluruh raga kini, lebih tepatnya kegumunan berlebih dari perpindahan partikel ke partikel lain dengan tanpa persiapan. Minggu hari ini di tanggal yang lain masih seperti kemarin rasanya. Minggu yang santai tanpa hiburan berarti dan tololnya banyak waktu yang terbuang sia-sia, apalah guna banyak waktu luang tapi menyia-nyiakannya. Oh itu terasa sekali kemarin, rencana menjalin silaturahmi tidak jadi. Tak apalah demi MU, ya apalagi yang bisa diharapkan dari dunia pertelivisian masa kini selain tayangan langsung sepakbola. Pun belum sepenuhnya lega menghampiri karena terkadang saja klub yang kita dukung nongol di TV atau secara kebetulan disiarakan. Kecuali sepakbola Indo yang ribetnya minta ampun, masing-masing menanggap benar dan tak mau disalahkan. Ini persis dengan ceramah Mochtar Lubis di Taman Mini Indonesia Indah yang salah satu poinnya menilai bahwa manusia Indonesia kurang bisa bertanggungjawab. Nah, itu benar terjadi adanya, ba...

Kungkungan Jiwa

Luas terbentang tapi tak menantang... Udik sang laku anak pelosok datang... Gamelan berbisik seakan berdendang... Sedikit raga terhempas melayang... Semenit jiwa tertinggal jauh hilang... Gerimis mengundang... Hajaran sang air turun tajam.. Overlap dari sayap menusuk menghujam.. Polah manusia semakin runyam... Eh tapi kok tidak berkokok ayam... Hujan mendera tapi hati tak diam.. Seribu senyum jatuh berdebam.. Adakah sesempit ini.. Abdi manusia yang tercekal benci.. Bodohnya diriku tak berdiri.. Telah basah urunglah berlari... Mencekam sang petir... Tak ku lihat ancaman takdir.. Hanya diaspora sebuah drama... Anak manja gusar oleh mama.. Baiklah mencoba... Tapi kau tahu apa.. Lubermu tak sejengkal danu Toba... Ruh yang katanya.. Sungguh menghilang terhantam alam raya... Hanya duduk lesu emban sahaya.. Terang yang di tunjukan... Fiktim nurani bertemakan cahaya.. Bisu sok mengkritis ... Cadal otak muntap dalam bis... eh kok luru...

Kedegilan nan Kolot

Kedegilan serta kekolotan harus diperangi! Tak mengenal ada kesatuan darah maupun daging, kedegilan tetaplah kedegilan! Tengoklah sekitarmu, berapa banyak kedegilan serta kekolotan dalam dunia ini. kolot yang berpengatahuan bisa dimaklumi, namun demikian pengetahuan pun berkembang biak tak akan bisa stagnan. Temuan baru menutupi temuan lama dan seperti itu adanya. Jika yang jadi soal adalah ‘salah’ dan ‘benar’ ini susah, yang tua merasa pengalamannya lebih mumpuni daripada yang muda. Olah pikir tradsional apakah masih relevan dengan pegeseran zaman? Tidak bisa, masa kecil masing-masing manusia memiliki latar perbedaan yang signifikan. Secara dialektik menggunakan cara lama untuk mendidik sudahlah usang! Di zaman kekinian jika sang pendidik tidak bisa menyamakan langkah dengan deru zaman maka degradasi pola pikir ke arah kekolotan. Dengan entengnya dan ini yang tak ku senangi, mereka yang merasa mempunyai umur jauh diatas kita mudahnya berujar “Diomongi wong tuek ki ngandel” ...

Asas Lugu Pada Curiga

Terbuat dari apakah kecurigaan itu? Dari gumpalan tepung kebenciankah? Dari analisa sementara ataukah analisa mendalam? Pengamatan sederhana dengan spontanitas akut? Wajarkah sikap curiga atas berbagai kemungkinan di tengah zaman dengan status AWAS. Awas bbm naik, sembako melejit serta birokrasi yang mengawaskan mata. Sungguh zaman yang ekstra waspada, tapi kenapa kenapa dan kenapa kewaspadaan berujung kepada prasangka buruk? Pendidikan kah yang membedakan kesimpulan manusia dengan manusia lain? Atau sesi kebendaharaan jumblengan pengalaman yang membedakan? Situasi, tempat yang mempunyai pengaruh yang besar? Begitukah sudah sewajarnya termaklum? Tapi mengapa dan mengapa kewaspadaan yang berujung kepada “kemungkinan” tidak menyesatkan berwujud emas di tengah kemunafikan alami? Sungguh semakin menarik posisi seorang manusia dalam suatu komunitas lingkungan maka semakin menarik pula untuk dicurigai atau sekedar diumbar ‘kepribadiannya’ entah itu baik maupun buruk. Dengan enteng beralas...

Semacam Istirahat

Kau kira apa yang kulakukan di sini? Mengasingkan diri? Menenangkan diri dari hiruk pikuk aktifitas? Atau perpindahan molekul sampah ke partikel hening? Dengan hanya bermodalkan hp ‘citul’ terhiburkan oleh musik, ya hp musik dengan layar ‘memblerekkan mata. Ini bukan soal mampu atau tidak demi hadirnya hp ‘Tuna’ di tengah euphoria zaman gemebyar matrealis, sebenarnya ini sebuah kondisi “mepet”. Pun demikian fakor keberuntungan disertai kecorobohan lah masih saja adem ayem menaungi. Ekspektasi tinggi terhadap modem guna meningkatkan daya pacu otak menyerap energi pepes kosong belaka. Ini kasus seperti penggunaan smartfren di pelosok, gak ada sinyal boss. Lah iya lah sinyal 3G di sini, 2G saja sudah megap-megap. Kehadiranku di sini bukan suatu pelarian atas rekan yang insyaallah berbawel ria guna terealisasinya tugas akhir. Apalagi kalau bukan skripsi, hal tabu bagi mahasiswa semester 7 ke atas (kok bahas masalah kuliah lagi, cut!!!). Perjalanan apa yang telah disiapkan oleh san...

So....Bungul...

Aku memang bodoh tak berperasaan! Segepok emas berlingkarkan berlian aku menolaknya dan lebih memilih berjalan kaki meninggalkannya dengan tanpa menoleh! Begitu sombongkah diriku kini? Apakah sifatku bukti penolakan atau demi harga diri belaka? Mana ada manusia yang tidak mau emas beserta berlian! Camkan baik-baik frekuensi yang tidak berkiinginan sangatlah langka. Kurang menarik apa dia, cobalah bentuk emas itu maka kau akan dapat uang yang fantastis. Gerak latah  tak terwujud dalam gerak sang tangan, mata tak melotot seperti biasa. Impoten telah menjalur kearah kemaluan nafsu? “Harusnya kau ambil siapa tahu nanti bermanfaat!” Namun apa lajur yang telah lewat maka lewatilah, terserah itu indah atau tidak karena jika kiranya baik maka Tuhan akan mengembalikan apa yang telah teerlangkahi. Segampang itu? IYA… Di zaman yang serba mengorbankan segala prinsip demi sebuah tai kau masih saja bersikukuh menyampah? Kau lebih hina dari tai meskipun kami sebenarnya tai yang didau...

Bingkai Kosong Harapan*

Terbelalak ku buka sms, dengan rasa penasaran tingkat akut. Pasalnya si pengirim telah tercap olehku sebagai orang yang tak mau menggubris sampahanku. Kok kesannya main hakim sendiri, menjatuhkan cap segala. Kukira dia jujur tidak suka denganku yang memang gemar menyampah. Tak kucek-kucek mripatku dengan rasa tak percaya dibuat setinggi mungkin. “Ada apa gerangan tiba-tiba si dia sms?” Otakku berpikir mengapa, mengapa dan mengapa. Apa gerangan dia sudi membalas bualanku yang seperti itu-itu saja dan memang pertanyaan basi sekali (kali ini memang aku sulit memancingnya, entah dikarenakan media atau pelbagai alasan lain). Dengan membaca bismillah sambil melodi jantung berpacu dengan darah menyertai kubuka pesannya. Ah kok panjang tidak salah kirim kah ini? (kasus salah kirim biasanya menjadi modus paling ampuh untuk berkenalan, itu dulu). Sekali lagi kupastikan pengirimnya benar si dia, ini ada apa kok tumben! Tak seperti biasanya dengan beberapa kata sambil ditekankan tasydid, cth kata...

Aku tak berdaya *

                Betapa tidak menariknya kehidupan di sini, jam 9 seakan telah lampau malam. Tetesan air mata seakan memanggut setuju dengan hal ini, entah apa ini sirep atau semacam istirahat yang menjenuhkan. Sepertinya kopi, musik tak bisa menjadi pelarian untuk kali ini. Gemintang yang berserakan seakan menjulurkan lidahnya mengejek ketidakberdayaanku.                 Sungguh monoton hidup seperti ini, sekali lagi demi menghindari ketidakberdayaan maka tak usahlah mencari kambing hitam. Semacam attitude yang kudu dijaga yang katanya sungguh sangat dimuliakan di desa yang munafik ini. Toh aku berani bilang munafik karena sikap manis yang sering kali menyembunyikan gancu untuk memecahkan kepala saat kaki berbalik arah. Bahkan ini lebih buruk dari setidakmenariknya TV one maupun metro tv yang sialnya hanya itu yang sering ditonton oleh ...

Gedobos ala aku

Betapa tak menariknya malam-malam di sini, tentulah selain bintang-bintan yang masih sulit terjamah manusia. Eh emang kapan tangan manusia bisa menjamah bintang? Keterangan bintang lebih indah dari suasana di kota, “koe kok goblok to ben mbok bandingne kok karo kota! Yo jelaslah kota iku panggoe puadang lah mbok bandingke karo desomu seng peteng dedet!  “ Loh kok koe minteri dewe, jere kok ora enek seng pinter karo goblok? Awake dewe ki wes sepakat nak kamus goblok karo pinter diilangke ko kamuse dewe” “ Yo wes aku lali suwun wes diilengke cuk, masalahe koe bandingke gak tepak e…..”  “ Yo aku kan durung bar ngomong lah wes mbok serobot wae, aku iki durung jelaske lapo jenenge bintang ki lueh terang seko neng kota. Kondisi kekinian desa yang masih asri disertai dengan keelokan alam pepohonan yang menjulang tinggi membuat eksotisme bintang semakin sintal. Sesintal itu loh perawan yang semakin menonjolkan apa yang perlu ditonjolkan” “ Kok omonganmu teko kono yok opo sih?...

Embuh

Emboh… Kata sederhana mendalam makna.. Sejuta asa sejuta rasa.. Bahkan putus asa.. Pasrah bisa menjadi makna selanjutnya.. Emboh.. Bukan suatu hal yang indah… Apakah suatu proses lelah? Pikiran berubah bak memapah… Hilang terjarah hening bersalah… Dalam jalan ujung tak berarah… Tapi selalu terlihat arah panah… Emboh… Orang jawa memang aneh.. Sandiwara air berwujudkan teh… Di sampingkan dengan roti meleleh… Emboh… perwujudan terakhir… bukanlah bak orang kikir,… sambil berzikir mencoba memutar takdir… hey enaknya seperti nabi khidir… malasnya otak berpikir… enaknya menyilangkan kaki sambil mangkir.. emboh… bukan sebuah pelarian… atas banyaknya penderitaan puritan… deru ombak tak lagi menjanjikan… sehingga pasir putih menjadi tumpuan… tuk melepas kepenatan maupun hinaan… emboh… semuanya terasa buram… terangnya tak lebih memburam… malam menjadi musuh alam… jangkrik diam diam diam… emboh…

Keroposnya Pemimpin

          Teringat akan tulisan maupun perkataan entah darimana saja berasalnya. Bahkan lintas zaman terlewati oleh kata “ Setiap pemimpin adalah pemimpin atas dirinya sendiri”. Bukannya ini kata sangatlah ringan bak kapuk terhempas oleh angin. Namun mungkin karena kata ini terhentaklah kaki untuk melangkah tangan untuk bergerak. Entah bergerak untuk senam atau untuk mencangkul di sawah. Baik kembali ke kata-kata enteng tadi. Dimulai dari sendiri lalu menular ke orang lain di sekitar. Pemimpin mempunyai banyak versi terjemahan yang kiranya terserah dalam penafsirannya.           Apa yang di pimpin dari diri yang hina ini? apa pengkonsolidasian perut kepada otak lalu berwujud makanan masuk kepada mulut? Atau hanya sekedar memasukan pentungan ke lubang dosa? Alangkah hina jika hanya menafsirkan akan hal-hal itu saja. Mau bagaimana lagi itulah yang sering lalu lalang di pikiran kita bukan? Lalu buat apa mengurus ...

Derasnya Papan Seluncur*

Lucu ya terkadang kita membiarkan termangu melihat saudara yang jatuh terpeleset oleh licinnya jalan. Tawa seakan sebuah hal yang wajar mengenai kejadian  yang lucu. Ya memang tidak ada hiburan gratis selain hal-hal remeh yang sering diremehkan adanya. Sering hal-hal besar menutupi hal-hal kecil penyumbat sumber jernih air penyegar. Lalu kita pura-pura berjalan dengan entengnya menghirup udara pagi yang konon bersih dari polusi. Seolah-olah mata tertutup hidung tersumbat oleh asap embun yang menyesakkan dada. Akhirnya tersadarlah kita di sudut ruang dengan peranti kesehatan melekat pada tubuh berkulai. Remeh temeh bukan hal itu? Kita lebih banyak berdebat untuk hal baiknya tapi sering lupa bahwa saudara kita butuh pertolongan bukan diskusi maupun wacana yang handal nan cerdas namun usang pelaksannaan.           Aneh bukan pemuda dengan jumlah yang selalu bertambah di era yang serba matrealistis. Kadang realis dengan gigi bibir tak l...

Anak Jadah

Seorang anak manusia terlahir di dunia yang sebenarya benar-benar tak menginginkannya. Suatu kecelakaan disebut, dikatakan seperti itu karena tak ada unsur kesengajaan, tetapi perjudian yang membuahkan benih. Ini namanya tahu sengaja atau apa, yang jelas ada unsur keinginan yang menggebu sehingga menjadi taraf nafsu. Serta merta untuk menutupi kecelakaan yang telah mengaibkan diri maka dilaksanakanlah proses pernikahan yang sering disebut upacara suci? Pertanyaan tidak lepas sampai di situ, bagaimana nasib sang anak yang lahir di luar nikah? Kontan banyaklah itu para jejenggot, kokonian, kopiahan, pezikirian, dan pembid’ah menggulirkan hukumnya. Masing-masing dengan dalil cash kontan. Hasilnya membuahkan kesimpulan bahwa sang anak adalah haram dan status walinya dibebankan kepada hakim. Ya entah seperti itu ‘seharusnya’ tatanan yang berlaku, teori dengan mudah dijelaskan. Fakta geografis mementahkan itu semua, tak semua daerah terjangkau oleh Hakim. Lagian siapa sih pengen sus...