Pertemuan...

          Hai teman lama apa kabar?
Aku sungguh penasaran dengan pengalamnmu yang akan kau bagikan denganku. Kegetiran serta beban yang seharusnya tak kau pikul serta seharusnya ada ditanganmu kau pikul dengan genggaman erat. Alibimu mulia taat kepada orangtua kau rela menyisihkan egomu demi sebuah ‘kebahagian’. Kebahagian yang tentunya menyisakan rasa getir nan nanar di pundakmu. Semacam ketidakberdayaan memenuhi takdir yang sayangnya begitu-begitu saja. Tidak bolehkah kita memenuhi takdir sendiri sebagai perwujuan kapasitas manusia beradab nan unggul?
          Hai teman….
          Pantaskah aku kau anggap teman sedangkan aku hanya mampu membuat harimu semakin tak menarik. Meringankan tidak, membebani iya. Setelah beberapa tahun tak bertemu seakan mencanggungkan suasana. Naïf rasanya jika mengharapkan kau tidka berubah. Demikian pula denganku yang terasa sangat banyak berubah, terlalu cerewet dan selalu mempertanyakan hal-hal yang tak seharusnya tak kucari jawabannya. Kapan-kapan biarlah membusuk di otak, bodohnya aku tak mampu membuat seoalh tidak terjadi apa-apa. Senyum tersungging dari balik bibirku memang selalu ada, entah senyum-senyum sendiri atau pamer gigi yang jarang tersikat.
          Kabarmu baik kan?
          Kulihat tatapanmu masih sama dengan yang lalu, ah tapi aku kok susah menemukan sikap perlawananmu terhadap keresahan yang engkau rasakan. Pekerjaan kah yang membuatmu seperti itu? Atau pengalamnmu yang belum pernah kau ceritakan kepadaku yang memang tak layak kuketahui? Ah itu juga hakmu kan. Jarak 12 KM memang jarak pendek ‘bagiku’ yang baru berapa hari saja di sini. Kau lebih memilih membunuh sepi di depan televise atau sekedar merokok yang katanya sniper terampuh pembunuh kesepian. Aku memang belum pernah merasakan capek setelah bekerja, itulah kelemahanku. Serasa jarakmu dengan teman semakin jauh, kontak yang hilang entah itu penting atau tidak tak kau hiraukan. Betapa kemanusianmu mulai terusik namun kau mencoba mengenyahkan dari dalam jiwamu.
          Hai….

          Aku tidak ingin kau menjadi robot yang sangat pandai bekerja, beribadah ‘khusyu’ tanpa mengindahkan manusia sekitar. Perasaanku mengatakan bahwa kau masih mempunyai sesuatu dalam bilik relung hatimu, sukar sekali kau ungapkan. Apakah beban yang selama ini kau tanggung ataukah yang lain. Hai aku ada disampingmu teman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nomor Stambuk, nomor legenda.

Gila Sama Dengan Waras

Jejak Temu