Hujan Malam Minggu

Hujan yang tak diuandang tak lekas pergi angkat kaki dari tanah yang ditimpuk lalu dibuatnya terpaksa menampung sampah langit. Ini bukan masalah yang sering diharapkan oleh para manusia yang tidak betah sendiri yang mungkin terseret nasib atau usaha yang kurang keras mendapat gelar jomblo atau sedang tidak ada yang tertarik kepadanya. Sekedar gerutu tapi bukan sejenis kutukan jatuhnya air dari muka langit kepada sang pencipta. Demi apa harus dikutuk rahmat Tuhan dari turunnya hujan, bukankah anak kecil itu selalu riang bila hujan datang. Tarian,mainan tak sebanding dengan apa yang akan terjadi esok hari, entah berbuah masuk angin, penyakit lain yang menggerogoti. Senyuman, keriangan seorang anak kecil adalah murni adanya, tidak seperti orang dewasa yang berusaha memagari diri dari hujan seakan hujan itu sumber penyakit. Apa do’a para jomblo yang merasa terisolir dari kenikmatan duniawi berupa wanita dikabulkan? Terlalu gelap untuk menerangkannya. Malam minggu memang hampir sama dengan malam lainnya, entah sejak kapan diriku selalu menantikannya. Permasalahan tidak melulu bisa memodusi wanita atau sekedar mencari makan. Nampaknya kebebasanku berkeliaran sembari melihat sekeliling yang hampir sama dilalui sedikit terbatasi. Nah apa ada sebuah kebetulan jika tergeletak beberapa tulisan yang minta disentuh?
Ada beberapa jenis manusia yang sangat suka akan hujan, detik demi detik dilalui dengan hanya merenungi hujan yang sayangnya model jatuhnya air hanya seperti itu-itu saja. Bisa dibayangkan kan bagaimana jika sesuatu yang terulang begitu menjenuhkan? Akan tetapi manusia itu hal aneh yang selalu asyik untuk digali, dekat, bersentuhan tapi selalu menimbulkan pertanyaan. Pantas saja Sherlock Holmes selalu tertarik memecahkan kasus. Tarian hujan sama menariknya dengan air terjun, semakin tinggi air maka jatuhnya akan semakin indah dan berupa. Eh tapi kan hujan juga memiliki corak khas. tipis, lebat, rapat atau sekedar membasahi bumi yang paling sering munafik. Heran mengapa masih ada orang yang menganggap masuk angina, dan penyakit lainnya dibawa oleh hujan. dengan serta merta dan entengnya mereka mencerca hujan bahkan menyalahkannya. Tidak berhenti disitu dengan intimidasi gahar mereka melarang orang sekitar untuk menikmati hujan. Imbasnya anak-anak jarang yang mengenal alamnya kecuali dari gadget yang katanya lebih bisa menyelamatkan dari sebuah penyakit. Duh.

Rasanya ingin memiliki rumah dengan jendela menghadap ke jalan dengan bulir air hujan menjadi lukisan bening kaca. Menatapnya lama-lama sembari melihat hilir mudik orang berlalu lalang. Baik dengan ekspresi datar  menyikapi butiran hujan yang coba menggodanya atau dengan ekspresi tergopoh-gopoh berusaha keluar dari cengkaraman hujan. Sekedar mampir tidak bisakah? Siapa tahu dengan berteduhnya menemukan saudara bisa juga seorang calon yang harus dijaga rapat agar tidak ditelikung ala Marc Marquez.  Ah teringat masa lalu ketika hujan turun disudut desa yang begitu damai adanya, yang sebegitu bodohnya baru terasakan sekarang. Tapi aneh seakan sang hujan berirama sejalan dengan disiplin yang maunya ditaati dan bahkan membuat manusia seperti orang tolol adanya. Do’a kami waktu itu bisa dikatakan terkabul dengan status php dari Tuhan sang mbaurekso. Mengapa tidak dikatakan php, saat sedang asyik dengan nada berleha-leha tiba-tiba hujan mengerem cakram terusir dari safarinya. Hilang tanpa salam sebagai adat berergian. Lah langsung plencing demi membarengi wanita cantik yang barusan keluar dari tempat modus eh pershalatan. Selalu ada kata santai jika sang hujan mampir ketempat itu, alasan yang logislah padahal hanya untuk membenarkan kemalasan. Lumayan lah bisa meregangkan otot yang selalu dihantui oleh hukuman jika tidak mematuhinya. Bah, masa lalu kejam yang ingin terulang lagi. Aneh bukan ketika berada di sirklus putaran hanya mengeluh kapan ini berakhir lalu dengan serta merta ingin dikejar-kejar oleh waktu lagi. Namun seperti inilah hidup seperti hujan yang seperti itu-itu saja yang tak pernah menjemukan. Hujan selalu membuat kangen akan  terang semakin membuncah dan perut selalu menemukan apa yang dicari ketika hujan berhenti. Salam malam minggu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nomor Stambuk, nomor legenda.

Gila Sama Dengan Waras

Jejak Temu