Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2019

Siang

Siang tadi. Iya, siang tadi. Sekitar jam 13.30 we I be. Aku mengetikan untukmu pada malam hari langsung, padahal tadi sudah niat untuk hal lain. Hm. Nampaknya, jemari dan otakku bersekongkol pada hal lain, tidak terlalu penting sebenarnya. Ya boleh lah, sekali-kali melemaskan jemari setelah vakum terlalu lama, terlalu lammma. Baik langsung saja. Seorang teman datang, dia baru saja menikah, belum genap sebulan lah. Datang dari jauh, ingin jalan-jalan di kota Palangkaraya, kebetulan sekali keberadaanku sedang di sini, jadi tak salah lah membagi rezeki berupa traktiran makan. Boleh lah. Masalahnya dimana? Sebenarnya tidak ada masalah berarti nan serius untuk ditanggapi, selain ya memang tadi siang kawan-kawanku tlah berpasangan. Sah, masing-masing dengan pasangan resminya menurut KUA. Aku? O jok takon cuk, niat ae isih embuh nylungsep mbuh nengdi? Ditunjang dengan mimik wajahku yang memang minta dilempari koin atau beberapa lembar uang kecil, pas sudah. Lah emang waj...

Romantika Sejarah yang Tercecer II

Lanjutan ya dari kisah romantika sejarah yang tercecer. Kenapa perlu dilanjutkan? Agar anda tahu kemana arah opini saya akan berujung. Bagi saya, pengajar di sebuah institusi Islam sudah seharusnya lebih bisa menyaring informasi, menyampaikan seperlunya tanpa menambahi bumbu dramatisir. Muara dari usikan saya berasal dari sebuah pondok, pondok apa? Hayo, kiranya pondok ini masih ada sangkut pautnya dengan saya. Hmmmmm. Tebak sendiri ya! Saya maklum bagaimana trauma yang dialami oleh keluarga pondok, di mana para Kiai dicari untuk dibunuh sehingga banyak Kiai yang bersembunyi di Gua-gua oleh sejarah yang menyebut mereka sebagai antek PKI. Benarkah demikian? Jika diteliisik lebih lanjut maka anda akan menemukan fakta bahwa ada semacam penghalang dari unsur pemuka masyarakat, Kiai menjadi salah satu unsur yang mewakili, di mana masyarakat setidaknya masih sendiko dawuh   atas apa ngendiko Kiai tersebut. Kebetulan basis gerakan PKI juga dekat dengan berdirinya pondok s...

Kilas Balik, Ketika Semua Menjadi Masa Lalu

Masih saja sulit untuk menulis, sungguh ini gejala sangat terlalu. Kopi abal-abal telah tertuang pada secangkir gelas, setengah panas. Bisa disebut tidak panas sekali, hangat sedikit. Alunan lagu sang legenda, Nicki Astrea menemani. Sungguh terlalu, hanya tulisan ecek ini yang berhasil menarikan jemari membentuk susunan aksara. Sungguh terlalu. Niat pagi untuk merivisi proposal, kandas sudah. Ini bukan bentuk pesimistis, dari dulu juga angan hampir sama dengan bualan gak yo ngono cuk ? Yap. Tahi memang, tiada arti sebuah rencana. Keinginan menggebu, kemalasan lebih menggebu dari dentuman melodi pemekak telinga. Hassuuu. Iki tulisan opo ? Kok koyo ngene ? Entahlah, ini di luar kehendakku. Jemari menari disponsori oleh kemampuan motorik otak untuk menggagas pembelotan ini. benarkah aku yang menulis ini? Entahlah. Ini benar-benar di luar kuasaku. Sampah masih menumpuk, minta untuk dibuang. Masih dengan rutinitas sama yang membosankan. Bangun pagi kesiangan, sepatutnya bangun ...