Mengusik hal remeh


Bangun kesiangan adalah sebuah rutinitas sendiri, bingung hendak melakukan apa termasuk dalam paket masalah pagi ternyata.

Niat awal malam tadi, menyelesaikan RPS tak kunjung selesai. Sekedar niat saja, ujung-ujungnya ya seperti itu lagi. Main hape, otak-atik media sosial yang tak kunjung berbalas (tidak ada notifikasi pesan masuk atau hal menarik lainnya). Begitu saja, hingga jam menunjuk ke 12. Ya, sepertilah hidupku kini. Niat untuk menulis RPS pun digaungkan pagi ini, sama saja. Hari ini lebih memilih untuk mencurahkan rasa yang tak berujung di sini. Ancur wes.

Aku gelisah, eh lebih tepatnya khawatir. Coba melihat media sosial terus menerus tanpa ada interaksi nyata, yang sebenarnya tidak penting-penting amat. Amat saja tahu mana yang penting dan yang tidak penting, lihatlah pagi sekali dia pergi ke kebunnya orang, hanya untuk memeriksa kondisi kebun, meskipun bukan kebunnya sendiri (Amat dalam hal ini adalah nama seseorang tetangga di desa dulu, yang bekerja sebagai tukang kebun sawit orang).

Heran, eh tapi gak boleh gumunan. Lancar kali aku ini curhatnya.

Ah iya, hari ini senin. Sebenarnya hari ini mau ke kampus, kampus apa? IAIN Palangkaraya. Niat hati ingin menyetorkan berkas untuk semester ganjil kemarin, ya tapi niat saja. Akhirnya? Ya ini sedang mengerjakan membunuh waktu, dengan menuliskan hal-hal yang tidak seharusnya ditulis. Ini lancar banget loh ngetiknya, bisa dikata tanpa mikir jauh untuk ngetik. Mungkin tulisanku makin ke sini lebih kepada tipe diary ya? Mungkin saja, diriku belum menemukan wadah yang pas. Wadah untuk apa? Banyak rupa, setidaknya ada wadah untuk mengungkapkan fakta yang tidak bias disalurkan media bicara.

Bentar, tak seruput kopi tanpa ampas ini.

Kopi benar-benar tanpa ampas, apakah dia masih layak disebut sebagai ragam kopi? Aku tidak mahir dalam perkopian, bahkan beberapa kali merasa pusing setelah minum kopi, ditambah rasa pingin muntah. Entahlah, mungkin kopi yang kuminum diludahi oleh jin. Haaaaa. Sorry jin, kau lah yang paling mudah disalahkan oleh tidak sampainya nalarku. Maaf. Teknologi menginjinkan kopi untuk mencampakkan ampasnya, beragam sebutan bagi kopi tanpa ampas yang rasanya masing-masing dikembalikan kepada selera. Bagiku meminum kopi memang memiliki jam tersendiri.

Bentar, ada orang ngider jajanan dengan plat motor merah. Masalah bagimu? Iya. Masalah bagi orang lain? Belum tentu. Masalah besar? Enggak. Lantas kenapa masih dipermasalahkan? Nah ini yang entah mengapa mengolah kecurigaanku, di luar masalah kopi yang belum tuntas dibahas. Lantas, bahas mana nih? Kopi atau motor plat motor merah? Sesukamu saja! Nah, ini bagian diriku yang lain. Ketika mengetik ini pun bagian dariku berkontribusi semua, ajaib kan? Makanya, aku tidak pernah kesepian. Sungguh, di dalam diriku ada manusia-manusia lainnya yang siap berdebat mati-matian untuk akhirnya kesimpulan dari mereka kuambil untuk diperbuatkan.

Fokus dong!

Nah kan, pagi ini saja aku dapat dua masalah yang tidak terlalu besar tapi berhasil memancing proses berpikir yang membantuku membuat ketikan tak berfaedah ini (karena yang jelas-jelas berfaedah seperti RPS pun belum tersentuh sekali). Cuk, RPS iku opo ket mau er pe as er pee s ora tau mbok kandani singkatane opo?

Sek cuk, lagune gak penak. Tak golek lagu liane sek.

RPS singakatan Rencana Pembeleajaran Semester (jika tidak benar maka salah). Ya, kan secara aku kan jadi dosen yang benar-benar dulu kala kusangsikan adanya untuk kulalui. Bedebah.

Balik ke kopi cuk, yuk lah.

Kopi membuatku sedikit pusing, itu benar. Acapkali beberapa kali ketika pulang dari tempat kerja pingin rasa tubuh ini terpuasi dengan kaehadiran kopi. Rasanya ingin mampir ke suatu tempat, hanya sekedar minum kopi. Hmmmm. Suatu hal yang belum terealisasi hingga kini. Mau alesan temen ya gak elok sih, ya sudah anggap saja belum waktunya ngopi. Bagiku, ajakan ngopi itu hanya kiasan saja. Toh, nanti di warung yang disebut warung kopi (walau kopinya sachetan saja) mesannya es teh, es jeruk dll yang penting sebutannya “Ayok ngopi”. Ajakan ngopi bagiku tidak sekedar menikmati seduhan kopi, ajakan ngopi lebih bernas lagi bung, ini soal apa yang dibahas di warung kopi, bukan sekedar diam-diam sambil memerhatikan gawai masing-masing. Ngerti?

Kembali ke kopi tanpa ampas cuk, fokus! Sebenarnya yang kubicarakan ini tak penting amat, tentang kopi tanpa ampas. Apa pedulimu? Cuk, benar-benar tanpa ampas ini kopi. Padahal sifat dasar kopi adalah zat yang tidak larut dalam air, balik maneh cuk! Udah diberitahu ini tulisan gak ada pentingnya kok, ya jangan salahin kita yang menyumbang ide ya kan?

Baik kopi tentang ampas sudah selesai? Cuk, kon bahas ngono ae belibet! Jancuk Kon! Sebagai seroang yang tidak bias mendeteksi sifat kekopian dalam diri kopi aku lebih memilih jalan aman, menganggap mereka sebagai ragam kopi, terlepas fakta yang mengatakan bahwa kopi bisa menghalau sifat kantuk dalam diri manusia. Bahkan aku sempat berpikir menguji seberapa kuat sifat kekopian dengan membandingkan manjur tidaknya menghalau rasa kantuk. Pernah suatu saat seorang teman mencoba segelas kopi, yang katanya ketika pagi dia bangun berujar susah tidur setelah ngopi tadi malam. Kebenarannya? Wah belum tahu aku, soalnya aku keburu tidur dan kontrakan kita waktu itu juga belum dipasangi cctv.

Nah pas, berbicara masalah kopi yang berhasil menghalau kantuk atau setidaknya menajamkan konsentrasi belum nemu sih model kopi yang seperti itu. Bagiku semua itu soal sugesti, mungkin akan beda dengan hasil beberapa penelitian lain. Diriku di sini hanya dapat bagian gedobos, bab penelitian ada di lain tempat. Jangan sekali-kali cari di sini, sia-sia waktumu.

Dulu, mungkin ada lebih dari 10 tahunan yang lalu pernah kucoba halau kantuk agar bisa konsentrasi belajar. Dari asrama ku berjalan ke sebuah dapur umum yang memiliki air hangat (lebih cenderung sedikit hangat) berbekalkan kopi nescafe berharga seribu rupiah, gelasnya asal nyari (mungut) di bekas-bekas gelas aqua (penyebutan ini untuk memudahkan) orang yang belum atau sengaja tidak di buang ke tong sampah.  Sendoknya? Dari bungkus nescafe yang diplintir sedemikian rupa sebagai pengaduk, kreatif sungguh! Berbekal keyakinan teguh setelah meminum kopi olahan nescafe bisa kembali mengaktifkan saraf konsentrasi belajar, nyatanya? Jeda beberapa menit saja, akhirnya tumbang juga di atas Kasur. Seingatku, itu kopi tidak berampas juga. Jadi ya terserah sih? Kopi bisa menetralisir kantuk kepada manusia, tapi tidak seluruhnya. Sudah ya, kopinya kita tutup.

Aku sarjana Sosial loh, kok bahas masalah gak jelas kaya gini? Bodo amat, itung-itung tambal kangen ngetik yang sudah lama sekali, apalagi ini nanti bakal tampil di blogku. Gak malu kah kau tulisan macam ini kau posting di blogmu? Lah harusnya cem mana boy? Namanya juga pengembaraan lah ya, mungkin kalau dibaca suatu saat nanti juga bakal ketawa sendiri ya kan?

Aku mengetik ini dengan tanpa sedetik pun menyentuh RPS, sama seperti sebelumnya di suatu waktu ku ketik kegelisahanku yang belum mendapat mood  untuk segera mengetik tesis (nanti lah permak dikit itu tulisan, sebelum diterbitkan).

Motor plat merah, oh engkau berhasil menyita waktuku beberapa saat. Langsung saja, mengapa plat motor merah yang seharusnya digunakan untuk kendaraan dinas dipakai oleh seorang ibu-ibu, bukan hanya sekali ku jumpai beliau tidak mempergunakan kendaraan dinas itu untuk keperluan dinas. Ssttt, lagi-lagi ini terkaan saja, secara dhohir aslinya juga terlihat bagaimana ibu-ibu ini berkali-kali sudah menjajakan jualannya dengan motor ini. Terkait motor itu saja yang dia miliki, itu lain soal. Menjadi masalah apabila motor ini yang sejatinya hanya untuk pekerjaan dinas tidak digunakan seperti amanat negara sesungguhnya, apakah tidak baik itu motor dikembalikan? Ayo, siapa yang berani membantah asumsiku yang maaf sudah sangat jelek ini? Mungkin ibu-ibu itu bla bla bla. Tetap tidak bisa diterima alasan yang demikian, walaupun motor itu sudah agak renta. Loh, bisa saja itu motor belum dibalik nama. Hallo bu, itu motor plat merah! Keterbatasanku mengatakan bahwa seburuk apapun itu kondisi motor plat merah hukumnya sama, harus digunakan untuk keperluan dinas bukan pribadi. Ah, kau berlagak sok suci cuk! Nanti juga jika kau dapat fasilitas kaya gitu bakal kau selewengkan juga, ah tidak akan! Jika kau menemukanku kelak memakai kendaraan plat merah bukan pada saat dinas, sila poto ini tulisan dan berikan ke media, untuk menunjukan kemunafikanku.

Kan panjang.

Sebenarnya, masih banyak perkerjaan lain selain menulis hal tidak penting ini. Akan tetapi, beginilah sedikit cara kerjaku. Setidaknya aku mengetik untuk hari ini, meskipun ya hanya seperti-seperti ini. Bahasanya semakin ke sini, semakin tak terkendali. Ya inilah diriku, suka atau tidak hakmu.

Tabik, masih ada satu pastel isi bihun yang menunggu tuk dilahap.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nomor Stambuk, nomor legenda.

Gila Sama Dengan Waras

Jejak Temu