Bleng bleng, Brrrrmmmmm.
Hari ini
jumat, bertepatan dengan 3 maret 2017.
Bagiamana kabar
proposal tesis? Alhamdulillah sampai tulisan ini diturunkan belum ada ghirah
ekstra untuk menuntaskan beberapa kata. Padahal, padahal tinggal rombak
sedikit saja. Aih. Heuheu
Suara
knalopot blong-blongan terparkir depan rumah kontrakan. Aih, belum
pernah kuceritakan tentang kontrakan ini rupanya. Baik. Suara knalpot dari
motor bermerk Kawasaki sejenak mengganggu, hanya satu doaku lekaslah habis
bensin itu (doa jahat), biar mati itu motor. Kemanakah gerangan pemiliknya? Lagi
wae di rasani sudah ada suara seretan sandal, suara motor mengecil, samar
terdengar seseorang menunggangi motor, dengan sekali bleyeran. Brum. Berangkatlah
sang tetangga. Tamat. Sesungguhnya belum.
Heran, mengapa penunggang motor
(khususnya berkopling) suka mengganti knalpot mereka dengan knalpot blong-blongan
yang jelas-jelas dilarang oleh polisi (dan seharusnya dilarang). Jika dilihat
dengan cermat, struktur knalpot blong-blongan tidak keren amat. Lebih menjerumus
kepada “perusak citra”. Faktanya, terkadang knalpot blong-blongan tidak klise
dengan model motor. Hanya saja suaranya seperti penegasan “inilah gua” yang
punya motor bagus, tapi tidak semua yang memakai knalpot blong-blongan didominasi
oleh motor kopling saja. Motor bebek biasa pun banyak. Nah, ini ada pengalaman
menjegkalkan jika berbicara dengan masalah motor tukang bleyer.
Sering melakukukan perjalanan dengan
motor setidaknya berimbas kepada kepekaan telinga untuk mennangkap beragam tipe
suara motor yang keluar dari dubur knalpot. Satu hal yang sering jelehi
dalam perjalanan, bersua dengan pengendara motor blong-blongan. Gak sensitive
sebenarnya, Cuma agak gimna gitu jika kebetulan satu arah dengan mereka. Ditambah
dengan semakin besar volume suaranya sedangkan kecepatan tidak seberapa. Lebih tepatnya
kepada motor bebek. Bagiku pemberian knalpot blong-blongan kepada motor
bebek adalah bentuk pemerkosaan. Loh?
Coba, jika tidak percaya. Sejenak luangkan
waktumu untuk membedakan, kualitas suara knalpot blong-blongan dari
motor bebek, matic, sport. Niscaya akan kau temukan, suara blong-blongan motor
sport lebih grrr tinimbang motor bebek. Sengaja memang, motor bebek tak
letakkan di urutan pertama, pasalnya jelas. Motor bebek dengan knalpot blong-blongan
menghasilkan suara yang cenderung mekso dibandingkan dengan motor
tipe sport. Ini bukan pembelaan, kerana motorku termasuk tipe sport. Bukan,
sama sekali bukan. Aih. Mungkin ini subyektifitas. Bukankah pengalaman akan
selalu meruntuhkan pengalaman yang sebelumnya, menghasilkan kesimpulan baru. Jadi
pengalamanm, belum tentu sama jika ada hal baru yang mampu meruntuhkannya. Lentur
saja.
Aih, maafkan
aku puan bos. Tulisan ini tidak bemaksud menjelek-jelekan kualitas knalpot blong-blongan,
suer tidak ada maksud. Ya bagaimana lagi, seketika ide terlintas tatkala
sang tetangga membleyerkan motornya. Maka, sepertinya menarik untuk ngulek masalah
knalpot blong-blongan.
Kalau ini
dikatakan subyektif, benar sekali. Selain karena motorku sama-sama berkopling
(panggil saja motor Vixion, heu) tapi tidak terlalu suka dengan tambahan
aksesoris.
Nah kan, si
tetangga datang lagi. Kehadirannya selalu ditandai dengan bleyeran sebelum
mematikan motor. Dan itu selalu dilakukannya, tidak peduli mau siang ataupun
malam. Mungkin, itulah adat yang telah menjadi kebiasaan. Pernah suatu malam
(mungkin setiap malam) ketika sang tetangga memasukan motornya ke rumah, beliau
membleyerkan motor. Entah apa
maksud semua ini, karena sampai sekarang aku belum pernah mempertanyakannya
secara langsung kepada narasumber terkait.
Ya Allah aku
ngerasani wong, dino jumat maneh.
Loh vixionnya
gimana tadi?
Ya, motorku bisa disebut sebagai
kategori motor standar. Kecuali satu perangkat, ban. Ban lama telah tergerus
aspal, menghaluskan ornament. Jika dipaksakan untuk dipakai tidak memenuhi
tingkat kenyamanan aturan baku perngepotan. Tahu ngepot kan, itu
tih seperti yang Marquez sering lakukan di sirkuit moto GP. Wes ngeh? Mudeng?
Selain sangat berbahaya jika dipakai ketika musim hujan dengan intensitas
kelicinan aspal, sungguh sangat bisa menciumkan badan dengan aspal. Meskipun ada
pergantian ban, tidak serta merta mengurangi kelincahan motor, itulah. Onderdil
motor yang memakan banyak biaya bisa dibilang adalah ban. Setidaknya dua kali
ban berganti, dari model berban dalam ke model ban tubeles. Ya bagaimana lagi,
ban itulah saksi penjelajahan berkilometer jauhnya. Sayang, speedometer tlah
wafat, jika tidak bilangan angka dapat berbicara lebih jauh bagaimana
petualangan yang kita habiskan (ngomong karo motor). Beberapa kawan merekomendasikan untuk mengubah
ban lebih besar, sungguh gak sreg. Opini bodohku, jika ban diganti dengan
ukuran besar bisa jadi mengurangi kelincahan akselerasi dari motor itu sendiri.
Bahhhhhhhhh. Ngomonge wes koyo ahli mesin ae… Heu`
Nah, kan sedari mula bingung mau
nulis apa. Setelah beberapa kalimat tersusun, jemari menari tanpa komando. Begitulah, tidak lain inspirasi otak-atik hari
jumat ini adalah sang tetangga. Terimakasih tetangga, eh ngomong-ngomong kita
belum berkenalan toh? Padahal sudah hampir satu tahun di sini. Saatnya ku
berkata, pola komunikasi sosialku jelek. Maafkan. Maafkan. Maafkan. Maafkan. Tetangga
masa gitu?
Maaf mas, sekali lagi tak ghibahi,
rasani. Mungkin masnya menemukan tulisan ini di mana gitu, langsung
tiba-tiba tidak terima, ya mari ngopi. Heu. Tidak mas, ini hanya oceh bulet,
pingin nulis kok ya dilalah sampeyan pemberi inspirasi, terimakasih
sebelumnya.
Ya Allah aku ngerasani wong ya
Allah. Mana ditulis terus diposting, yang setiap orang bisa membaca. Sekali maafkanlah.
Maafkanlah. Maafkanlah.
Lik, piye knalpot blong-blongane mau
lanjute?
Begini, mas tetangga punya kebiasaan
laten membleyerkan motor dengan knalpot blong-blongan terhitung
empat kali (setidaknya). Pertama, saat memanaskan motor (umumnya pada pagi
hari). Kedua, saat hendak pergi. Ketiga, saat kembali pulang. Keempat, saat
memasukan motor di dalam rumah. Nah untuk bleyer pertama ini terkadang
yang membangunkan kita (aku, dia dan mereka sebut saja seperti itu) dari tidur
panjang (3-7 jam kan lumayang panjang toh?) nan memabukan. Subuh, tabrak. Dhuha
jamak dengan subuh, hanya anak kos yang punya mazhab seperti ini. Yang sering
dipermasalahkan adalah pembleyeran yang dilakukan di dalam rumah, ketika
memasukan motor. Gila. Rumah berdempet-dempetan dibleyeri gawe motor
blong-blongan, kaca bergetar. Dinding beredehem, grmmmmm. Inilah ritual
aneh yang sampai sekarang belum dapat titik temunya.
Sumpah mas, ini ocehan tidak
menyinggung sampeyan. Aku hanya mengoceh, itu saja. Ini bukan kode, apalagi
hobi menjelek-jelekan seseorang di depan umum. Bukan. Bukan. Apalah dayaku yang
hanya ingin menulis apa yang dekat.
Kamu kapan mendekat, sini ku
tuliskan puisi untukmu. Kamu loh ya, yang masih di awang-awang menunggu
jemputan. Siapa hayo? Ah, sudahlah. Percuma sekalipun kode sudah menjadi kali
(kali code: salah satu nama sungai yang membelah kota Jogjakarta) pun kau tidak
akan bergeming. Yeah. Ulululululu.
Sebenarnya ocehan ini sekedar ocehan
kok mas, gak lebih. Wong aku tonggo paling toleran kok, sumpah. Sampai-sampai
tetangga ada kegiatan apapun tetep cuek (ini jangan diikuti) bin bebek koek
koek teot teblung teot teblung di pinggir atap. Loh.
Buat apa berkoar kalau toh mayoritas
masyarakat sekitar tidak terganggu. Ku sadari posisi pendatang baru. Tetangga lama
tidak ada yang menegur, berarti bleyeranmu sudah tidak menjadi masalah. Barangkali
tetanggamu sudah imun, kebal. Bisa saja, bila beranjak dua tahun tinggal di
sini akan mempertebal imunitas akan bleyeran blong-blongan. Bisa saja
aku merindu suara itu suatu saat nanti, loh siapa tahu?
Oh ya, terimakasih telah
memperingatkan bahwa hujan telah turun untuk jemuran yang belum terangkat.
Kapan-kapan kita ngopi, yang
benar-benar ngopi. Bukan ngeteh, ngesusu, dan nge, nge, nge bengek lainnya.
Tabik.
Komentar
Posting Komentar