Pentingnya Membumi......
Nyaliku
keder melihat orang yang duduk bersebelahan ternyata adalah calon mahasiswa
yang menerima beasiswa LPDP (itu loh beasiswa pendidikan dari KEMENKEU). Hal
ini wajar jika menilik lagi persyaratan untuk menerima beasiswa ini, jauh
panggang dari api. Sulit-sulit sembelit bagi yang belum pernah mencoba sama
sekali sepertiku. Akan tetapi saudara di sampingku salah untuk memilih UIN
sebagai destinasi persinggahan S2 nya (mungkin). Apalah dayaku yang hanya
bermodal nekat, tidak ada beasiswa alias kantong pribadi oleh karena mepetnya
situasi. Sekali lagi nyaliku ciut……….
Sekilas semua akan berjalan timpang, aku yang pura-pura santai (padahal paling kurang pede disbanding sang tetangga) dengan rekomendasi ala kadarnya. Wah dalah sang tetangga ini kurang apa coba, dapat rekomendasi dari KEMENKEU lalu sekali lagi disertai predikat penyandang beasiswa LPDP apalah aku yang hanya……………………..
Hari pertama seakan menjadi show time dengan berkas (beasiswa) yang “sengaja” dipamerkan (mungkin) dengan mika tipis tembus pandang (sekali lagi aku minder). Tapi tak apalah demi menuntut ilmu buang jauh rasa minder atau gengsi, mari bersaing. Soal-soal yang kami selalu nanti (bagi peserta ujian) pun datang. Seakan ingin menunjukan kepadaku yang alumni baru satu hari kemarin (lah iya wisuda tanggal 8 agustus hari sabtu, seninnya ujian S2. Benar- benar euphoria yang sesaat) bahwa inilah aku penyandang beasiswa LPDP, kamu itu “ingusan”. Wah mungkin hanya imaji yang kurang tepat, sekali lagi mungkin. Pendidikan yang telah mengikat padaku perihal melihat samping (maksudnya mencontek atau sekedar iseng) membuat pandangan mata terjaga. Selain kepada dia yang mengalihkan pandangan dari tetanggaku yang “rusuh” kepada “indah” ciptaan Tuhan. Yang jelas bisa dihitung oleh jari berapa kali taraf kepo muncul kepada sang tetangga, sekedar “checking”. Ah nampaknya semakin di depan saja, wusssh. Meninggalkan tetangganya yang masih terjebak euphoria “one heart” (eh kok iklan motor) ups. Nampaknya tetanggaku sama pusingnya karena ternyata soal bahasa Inggris yang Unpredictable. Melirik sedikit kutahu bahwa masalah transliterasi (b.Inggris ke b.Indonesia sebaliknya) ternyata menjadi momok bagi sang tetangga. Berbeda denganku yang terpaku pada soal sebelumnya sehingga salah estimasi waktu untuk menerjemahkan. Beliau ya beliau mempunyai waktu yang lebih banyak, sayang hanya untuk menggaruk kepala. Hari pertama imbang lah untuk b. Inggris yang selalu menjadi favorit penerima “beasiswa LPDP”. Oke akan kubalas hari kedua, ujian b.Arab. J sang tetangga?
Hari kedua mungkin menjadi hari yang tersibuk bagi sang tetangga. Entah sudah berapa kali gerak yang dilakukan oleh “beliau” (bahkan geraknya risaunya turut dirasakan oleh peserta lain, mungkin juga terganggu). Gejala “stress” mulai terlihat sedari dibagikannya soal, sungguh ini bencana pikirnya. Padahal ya, beliau lulusan IAIN nun jauh di Sumatera sana. Aku yang senang bukan main mendapat soal b.Arab, inilah hari pembantaian lirihku, berbeda terbalik dengan sang tetangga. Kegelisahan melanda, sedari soal terdampar di atas meja. Gerak-geriknya mulai tidak enak, start dari gerakan tangan terangkat lalu diturunkan ke meja. Entah ini gelisah sudah stadium berapa, perlu diadakan penelitian “kiranya”. Aku yang masih sok idealis mencoba untuk tak memberi contekan, beasiswa LPDP masa nyontek. Atau mungkin ini hanya kepedeaanku saja, yeah aku mulai mencium bahwa skor akan terbalik kali ini. Waktunya menunjukan meski bau kencur tapi jangan coba-coba meremehkan alumni UIN Sunan Kalijaga, toh ini semakin diperkuat oleh kedigdayaan tetangga alumni UIN juga. Ya, tetangga sebelah kiri juga produk UIN Sunan Kalijaga sesama “brojolan” 2015. Yeah kamilah penguasa, tentunya sombongnya pada taraf ala kadarnya (padahal sombong sedikt atau banyak kan sama saja). Dengan trik yang murahan agar si tetangga “gaduh” tidak nyontek, maka kututup lembar jawabanku setelah terbundarnya salah satu jawaban. Tentunya trik ini usahakan tidak terlalu mencolok, elegan bahasa lainnya. Konsentrasi terbelah antara kegaduhan yang selalu diciptakan oleh sang tetangga yang masih dengan pose sama, pose orang gelisah. Ada saja pergerakan yang dilakukan. Dari mengacak-ngacak rambut beberapa helai saja (tidak seperti orang stress umumnya) dengan gaya elegan. Pokoknya seperti orang yang menahan kecncing tapi urung untuk mengeluarkan, ada saja geraknya.
Lucu-lucu muyek tapi mengganggu…..
Waktu
yang tersisa masih 30 menit pekerjaanku telah usai, tanpa diteliti (ini usaha
untuk melupakan masa lalu :D). Sang tetangga masih sama mencari pose yang belum
pernah dilakukannya, masih terus mencoba. Mungkin itu hal yang paling ampuh
guna menghilangkan ingatan bahwa di depannya terhidang rapi soal b. Arab, sang
pembunuh. 90 menit AC Nampak ngambek dengan tidak mengeluarkan sapaan
lembutnya, dunia berhenti berputar (kalau ada skip ya mohon dilewati
saja). Usaha untuk mengeluarkan apa yang “pernah” dipelajari oleh sang tetangga
menemui jalan buntu. The war is over. Untuk menghormati “penyematan” kalah dan
menang ditiadakan. Baik kan?
Meskipun telah meraih beasiswa apapun nampaknya sang tetangga “mungkin” salah memilih UIN sebagai destinasi selanjutnya. Pasca Sarjana UIN tahun ini memang beda, dengan dinahkodai Direktur baru berubahlah beberapa “standar”. Sayangnya standar itu mengarah kepada kemampuan bahasa yang sempat diprotes oleh salah satu Guru Besar UIN Sunan Kalijaga “orang belajar kok dipersusah” setidaknya begitu selorohnya. Sungguh sah-sah saja jika sang direktur baru menerapkan standar tinggi, tentunya demi kebaikan sang mahasiswa kelak. Kualitas alumni S2 dipertaruhkan loh. Begini jika ada alumni S2 UIN Sunan Kalijaga “mampet” bahasanya bagaimana? Padahal seharusnya berbahasa asing, khususnya Inggris dan Arab itu harus taraf “mencret” sudah. Buanyak sekali kebaikan dari peningkatan standar.
Suatu kebijakan tentu selalu memakan “korban.” Salah satu korban itu tentu si tetangga (menurutku ya….) yang sangat terkendala bahasa Arabnya. Padahal toh dahulu ujian masuk Pasca gampang-gampang saja. Nampaknya si tetangga kurang “tepat” perkiraannya. Semoga saja beliau lulus, beasiswa LPDP loh masa enggak lulus. Mau dibuang kemana itu perlengkapan “berbau” LPDP. Semoga aku pun lulus, alumni bau kencur. Pun mau ditaruh di mana ini muka jika tak lulus…. Semoga Kita lulus……
Komentar
Posting Komentar